Opini  

Dari Bintek Perangkat Desa Dan BPD Sinjai Di Hotel Grand Asia Makassar. (Sebuah Catatan Pinggir)

Editor : Nurzaman Razaq

MAKASSAR,PEBELANEWS.COM –  Bimbingan Tehnik (Bintek) “Aktualisasi Peran,Tugas dan Fungsi Perangkat Desa dan BPD  Dalam Penetapan APBDes”, usai sudah digelar oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pemerintahan  Dalam Negeri (Pusdiklat Pemendagri) , Jumat – Senin (26-29/04/2024) di Hotel Grand Asia Makassar.

Bintek yang kontribusinya Rp4.000.000/peserta, diikuti unsur kepala desa dengan mengikutsertakan sekertarsi dan atau bendaharanya serta unsur Ketua BPD di masing-masing desa itu, yang sesuai dengan agenda kegiatannya, menyuguhkan 8 materi, 2 orang pemateri ahli Kemendagri, serta unsur Forkopimda Sinjai, yang bersifat teoritik.

Dari ke-8 materi yang disuguhkan, terdapat 2 materi yang menarik dibahas pada kesempatan ini. Keduanya,”pelaksanaan pencegahan dan pengawasan  masalah dana desa”  dari pihak Polres Sinjai dan “orientasi penguatan peran BPD dalam mendukung sinergisitas penyelenggaraan pemerintahan desa” oleh  Kadis  PMD Sinjai.

Terlepas dari kedua materi yang disuguhkan, pada hakekatnya menjadi cerminan dari penyelenggaraan pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel dalam pemanfaatan anggaran yang tertuang di APBDes. Serta  peran penguatan dan pengawasan dari unsur BPD  sebagaimana PP 72/2005, yang pada intinya berperan melaksanakan pengawasan terhadap jalannya APBDes.

BPD dalam pemerintahan desa berkedudukan sebagai lembaga legislatif, yaitu sebagai badan untuk tempat berdiskusi bagi para wakil masyarakat desa. Dalam proses berdiskusinya itu, para anggota BPD berkedudukan sebagai wakil dari kelompok masyarakat yang memilihnya.

Dengan demikian, BPD berada dalam posisi/kedudukan di pihak masyarakat, bukan di pihak lembaga eksekutif desa, yaitu bukan sebagai pelaksana pemerintahan desa sebagaimana kedudukan kepala desa beserta perangkatnya. Tapi kenyataannya, sangat dirasakan betapa BPD lebih “merekat” ke pemerimtahan desa kertimbang kedudukannya sebagai perwakilan masyarakat yang memilihnya.

Dalam melakukan tugas pokok  yaitu fungsi pengawasan terhadap eksekutif desa, BPD berkewajiban untuk: 1) memantau (memperhatikan dan mengingatkan agar semua peraturan, program, dan anggaran benar-benar dilaksanakan dengan benar dan baik oleh Kepala Desa); 2) mengontrol (mempertanyakan, menegur, dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan, program, dan anggaran yang cenderung atau didugaakan menyimpang); 3) mengevaluasi (menilai dan memutuskan atas terjadinya penyimpangan/ pelanggaran terhadap peraturan, program, dan anggaran oleh Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa); 4) menindaklanjuti (secara politik dapat digunakan dalam menanggapi berupa diterima/tidaknya atau diterima/ditolaknya Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Kepala Desa pada rapat pleno BPD).

Namun apa yang diurai terkait tugas pokok BPD, bagai fatamorgana yang dianggap tidak berjalan sebagaimana kewenangan yang disandangnya. Maka tak heran, begitu banyaknya  indikasi tindak pidana korupsi kepala desa masuk ke Aparat Penegak Hukum (APH).

Sekiranya fungsi dan peran tanggungjawab benar-benar dilaksanakan secara komitmen oleh pihak BPD, tentu persoalan laporan dugaan tindak pidana penyelewengan anggaran dana desa bisa terfilter atas kerja-kerja BPD di desanya masing-masing.

Yang diharapkan dari pelaksanaan Bintek di Grand Asia Makassar, tidak semata sebagai serimoni lantaran ketersediaan anggaran peningkatan kapasitas perangkat Pemdes dan BPD dalam kitaran anggaran dana desa dan alokasi dana desa yang tak menentu pencairannya.

Sejak 10 tahun terakhir ini, pelaksanaan Bintek yang digelar 2-3 kali setahun anggaran, hanya berkutak pada materi yang hamper di dibilang “ itu-itu saja”.Hanya tema dan judul yang berbeda, sementara pemateri “itu-itu juga”.Begitu pula peserta yang ikut dalam Bintek, “itu-itu juga”.

Sebagai illustrasi, boleh jadi kegiatan Bintek digelar, bukan semata upaya peningkatan kapasitas SDM. Sebagai pemubazziran anggaran yang bisa dbilang “tidak bermanfaat” bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana nafas anggaran desa dikucurkan untuk kemaslahatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan pembinaan masyarakat  secara paripurna.

Tujuan akhirnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan antara kota dengan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.Kenyataan terkini, apa sudah bisa dilihat indikator dari nafas dan  tujuan akhirnya pemanfaatan anggaran desa ???

Dengan begitu,seharusnya Biintek diarahkan dan didalami oleh pesertanya, bagaimana memanfakan anggaran yang tertuang dalam APBDesnya untuk kemaslahatan masyarakat, sebagaiamana dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dipergunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik sesuai regulasinya, peningkatan ekonomi rakyat, dan membuka lapangan kerja , serta untuk meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat desa. Ini yang masih kurang  di desa dalam 15 tahun terakhir ini.

Kebanyakan pemerintah desa, jika telah menyusun dan melaporkan Lpj tahunannya ke pemerintah daerah/pusat melalui  camatnya dan telah menyampaikan Lpj nya kepada masyarakatnya lalu disahkan oleh BPD, menganggap semuanya telah aman.

Tunggu dulu, harus disadari bahwa tidak mutlak Lpj telah melalui tahapan dalam pelaporan pertanggungjawabannya,dapat dikatakan aman.Fakta di lapangan menyebutkan, masih ada pihak-pihak  seperti media pers,Lsm dan masyarakat yang punya kewenangan melaporkan ke APH, meski Lpj secara resmi telah dilaporkan kepada pihak terkait sebagai implementasi pemanfaatan anggaran desa yang tertuang di APBDes.

Meski demikian, dalam perkembangannya, dana desa yang berlimpah antara tahta, dana dan hukum tersebut, ternyata tetap rawan dari praktik korupsi. Penyebab korupsi Dana Desa dapat disebutkan berdasarkan pengamatan selama ini yakni;

(1). Minimnya kompetensi aparat pemerintah desa (2). Tidak adanya transparansi (3). Kurang adanya pengawasan pemerintah, masyarakat, dan desa.(4). Maraknya penggelembungan (mark up)harga  (5). Adanya intervensi atasan (6). Pelaksanaan kegiatan fisik yang tidak sesuai dengan perencanaan.(7). Adanya kultur memberi barang/uang sebagai bentuk penghargaan/terima kasih. (8).Perencanaan sudah diatur sedemikian rupa (di-setting) oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).(9). Pengelolaan dana desa (DD) dan ADD tidak sesuai Rancangan Anggaran Biaya (RAB).(10). Belanja tidak sesuai RAB.(11). Tim Pengelola Kegiatan (TPK) menerima fee dari penyedia material, spesifikasi tidak sesuai.(12). Minimnya pengetahuan aparat desa dalam memahami aplikasi SisKeuDes (13). Nomenklatur kegiatan tidak/kurang sesuai dengan Permendesa tentang prioritas penggunaan DD.(14). Standarisasi harga barang dan jasa bervariatif antar desa.(15). Minimnya kesejahteraan aparat pemerintah desa.(16). Belum terpenuhinya kesejahteraan operator atau aparatur desa.

Semoga saja, keikutsertaan perangkat desa dan BPD pada setiap pelaksanaan Bintek, dapat disolusiasikan dan diimplementasi dengan sebaik-baiknya kepada masyarakatnya. Mengigat  anggaran yang digunakan untuk Bintek, merupakan salah satu hak masyarakat  yang semestinya diimplementasi untuk peningkatan ekonomi desa dan kesejahteraan masyarakat.

Sementara pelaku dan pemilik lembaga yang getol menggelar Bintek, kedepannya semoga Binteknya bukan sekedar “cari keuntungan” . Terlebih pelaksanaan Bintek melalui “perantara” oknum BPD selaku pihak yang menjembatani ke instansi terkait untuk pelaksanaan Bintek.

Bintek yang akan digelar,sebelumnya patut dilakukan kajian dan pendalaman tentang materi yang tepat untuk disuguhkan, termasuk nara sumbernya,bukan itu-itu saja. Mengingat lagi, berapakalimi dilakukan bintek serupa, masih saja ada pemerintah desa yang tersandung hukum. Pangkal persoalannya sebenarnya, dimana???(pembelanews.com)