Demokrat, PAN, dan PKS Sepakat: Pilkada 2024 Mengacu pada Putusan MK

Demokrat, PAN, dan PKS Sepakat: Pilkada 2024 Mengacu pada Putusan MK

Dinamika Sikap Koalisi Indonesia Maju terhadap Revisi UU Pilkada dan Putusan Mahkamah Konstitusi

PEMBELANEWS.COM – Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang terdiri dari berbagai partai politik, pada awalnya mendukung revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Namun, belakangan, sejumlah partai yang tergabung dalam koalisi ini mengubah sikap mereka dan menyatakan akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada.

PKS: Mendukung Putusan MK

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, menyatakan bahwa partainya telah memutuskan untuk menerima putusan MK terkait UU Pilkada. Keputusan ini, menurut Hidayat, merupakan hasil dari rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS yang diadakan pada 22 Agustus 2024.

Hidayat menegaskan bahwa putusan konstitusi tersebut membuka ruang bagi perkembangan demokrasi dan menghormati pilihan rakyat. Ia juga menyatakan bahwa putusan MK ini berpotensi menghadirkan alternatif pilihan bagi pemilih, sehingga Pilkada dapat berjalan lebih berkualitas baik dalam proses maupun hasilnya.

Hidayat juga menekankan pentingnya mendengarkan aspirasi masyarakat dan memaksimalkan partisipasi mereka dalam proses demokrasi. Selain itu, PKS memberikan empat catatan penting dalam pembahasan revisi UU Pilkada, antara lain agar Pilkada benar-benar berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sejak prosesnya.

PAN: Menghormati Putusan MK

Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan (Zulhas), menyatakan bahwa partainya akan mengikuti putusan MK terkait pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024. Sikap ini disampaikan Zulhas kepada wartawan setelah pelaksanaan hari pertama Kongres ke-6 PAN di Jakarta, pada 23 Agustus 2024.

Zulhas menjelaskan bahwa PAN harus menerima putusan MK setelah DPR gagal mengesahkan revisi UU Pilkada. Ia juga menegaskan bahwa partainya mendukung gelombang protes yang menolak revisi UU Pilkada, termasuk suara dari mahasiswa yang sering kali menjadi indikator penting bagi partai-partai politik.

Demokrat: Menarik Diri dari Pembahasan Revisi UU Pilkada

Fraksi Partai Demokrat di DPR juga menunjukkan sikap yang serupa. Benny Kabur Harman, penasihat Fraksi Demokrat, menyatakan bahwa partainya memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada setelah mempertimbangkan aspirasi masyarakat, khususnya mahasiswa, serta mendekatnya waktu pelaksanaan pendaftaran Pilkada.

Benny menekankan pentingnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menyusun peraturan yang sejalan dengan putusan MK. Demokrat juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung Pilkada yang damai, demokratis, jujur, dan adil.

Latar Belakang dan Keputusan Kontroversial DPR

Pada 21 Agustus 2024, Fraksi PKS, PAN, dan Demokrat merupakan tiga dari delapan fraksi di DPR yang awalnya menyetujui revisi UU Pilkada. Lima fraksi lainnya adalah Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan NasDem. Sementara itu, satu-satunya fraksi yang menolak revisi tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Badan Legislasi (Baleg) DPR sebelumnya menyepakati revisi UU Pilkada hanya sehari setelah MK memutuskan dua permohonan yang berkaitan dengan UU tersebut. Putusan pertama mengurangi ambang batas pencalonan kepala daerah, sedangkan putusan kedua mengatur syarat usia calon kepala daerah. Namun, revisi UU Pilkada gagal dibawa ke paripurna DPR pada 22 Agustus 2024, di tengah maraknya aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia.

Keputusan ini menunjukkan dinamika dan tantangan dalam proses demokrasi di Indonesia, terutama terkait bagaimana partai politik merespons perubahan dan aspirasi masyarakat. Putusan MK dan sikap partai-partai ini diharapkan dapat memperkuat kualitas demokrasi di tanah air.