Editor : Nurzaman Razaq
MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – Dunia jurnalis lagi dihebohkan dengan adanya revisi Undang-Undang Penyiaran, yang sementara ini digodok DPR RI.Dengan revisi ini, memunculkan adanya upaya DPR RI hendak melarang jjurnalis melakukan jurnalisme investigasi, sebagaimana yang tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2022 Tentang Penyiara bertanggal 27 Maret 2023, Pasal 50B ayat 2 huruf c.
Draf RUU Penyiaran ini, diketahui dibuat dan diusulkan oleh Komisi Penyiaran DPR RI pada tahun 2023 lalu.Alasannya, melarang media melakukan investigasi untuk menghindarkan monopoli jurnalis dari kelompok media tertentu membongkar sebuah penyelewengan, serta jurnalisme investigasi bisa mempengaruh opini publik atas penyidikan sebuah perkara yang tengah dilakukan aparat hukum.
Kalau dicermati, ini sebuah pemikiran dangkal dari upaya mengekang kebebasan pers di ini negeri, tentunya.
Kalau kebebasan pers dikekang seperti itu, lantas bagaimana dengan keterbukaan informasi publik,yang selama ini mejadi tulang punggung dalam berdemokrasi ?.
Lantas apakah dii ini negeri demokrasi bisa berjalan dengan sungguh-sungguh bila penyebaran informasi dibatasi dan dikekang??.
Apakah tidak bisa di bilang, dalam hal investigasi media justru turut membantu aparat hukum dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya ??.
Lalu, bagaimana dengan kemtraan para jurnalis dengan aparat hukum selama ini yang telah terbangun dalam upaya pencegahan penyelewengan dan pelanggaran hukum ???.
Adakah DPR RI dalam melakukan revisi RUU Penyiaran mengacu kepada Undang-Undang Pers. Dimana diketahui, Undang-Undang Persmerupakan induk regulasi dalam mengatur media dan kebebasan pers. Kalau dalam merevisi Undang-Undang Penyiaran, DPR RI tidak mengacu dengan Undang-Undang Pers, bisa dikesankan adanya upaya DPR RI mau kasi baku tabrak antara Undang-Undang Penyiaran dengan Undang-Undang Pers.
Lalu bagaimana sikap Dewan Pers dengan dengan revisi yang sedang digodok DPR RI. Dewan Pers seharusnya melek mata terkait pasal yang jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang tidak mengenal sensor dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas.
Dengan revisi Undang-Undang Penyiaran, terkesan ada upaya mengambil kewenangan penyelesaian sengketa pers dari Dewan Pers. Mengingat mandat sengketa pers diatur di Dewan Pers dan dituangkan dalam UU Pers.
Seharusnya, DPR RI memfokuskan saja pembahasannya dalam merevisi Undang-Undang Penyiaran untuk mendorong media semakin independen, melalui upaya mencegah monopoli kepemilikan media untuk menghindarkan konglomerasi yang bisa menghambat kerja jurnalisme sebagai penyebar informasi yang valid.
Sebagai catatan akhir, jurnalisme investigasi adalah esensi sebuah media, sementara independensinya adalah rohnya.(Editor adalah, mantan Wakil Ketua PWI Sulsel)