Potensi PDIP-PKS Oposisi Prabowo-Gibran Dan Resiko Perpecahan Partai

Editor: Nurzaman Razaq

MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menetapkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pemilihan Presiden 2024 di gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (24/4/2024) lalu. Dan selanjutnya menanti Pelantikannya oleh MPR RI tanggal 20 Oktober 2024 mendatang untuk masa jabatan periode 2024-2029.

Pasca penetapannya, tampaknya Prabowo Subianto berhasil merangkul dua partai politik PKB dan Partai NasDem bergabung dalam koalisi pemerintahannya nanti.

Sebagaimana diketahui PKB dan NasDem merupakan partai pengusung pasangan nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang menjadi lawan Prabowo pada Pilpres 2024.

Dengan demikian, kini Prabowo memiliki dukungan enam partai yang lolos ke DPR, yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PKB, NasDem. Tersisa PDIP dan PKS yang belum menyatakan sikap politiknya.

Sementara PDIP maupun PKS belum melakukan pertemuan terbuka dengan Prabowo, meskipun PKS sudah memberi selamat ke Prabowo-Gibran.

Hingga saat ini, Partai banteng belum mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran. Kader PDIP juga tak ada yang hadir ke Kantor KPU RI saat penetapan Prabowo dan Gibran Rakabuming sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029.

Sementara PDIP di sisi lain belum menyatakan sikap menjadi oposisi. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu, menanti  Rakernas 24-26 Mei mendatang yang akan  membahas langkah politik selanjutnya.

Lantas, bagaimana bila PDIP mengambil langkah oposisi, bilahkah parai berlambnag banteng ini punya keberanian berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran?

Mengutip CNNIndonesia, Jumat (26/4) tentang penilaian para pakar terkait soal sikap PDIP itu, diantaranya Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai PDIP cenderung akan menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Penilaian itu Agung sampaikan berdasarkan dua sinyal yang dilontarkan pihak PDIP. Pertama gugatan PDIP di PTUN yang memprotes pencalonan Prabowo-Gibran, dan Megawati yang belum menemui Prabowo.

Agung memandang hubungan Megawati dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang rusak akibat kontestasi Pilpres 2024 berdampak pada hubungan Prabowo-Megawati.

Senada, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin juga menilai PDIP berkemungkinan besar akan menjadi oposisi. Terlebih, kata dia, PDIP telah memiliki banyak pengalaman menjadi oposisi di era orde baru hingga era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Meski dinilai bakal menjadi oposisi, Ujang dan Agung memprediksi potensi perpecahan di internal PDIP jika memutuskan untuk berada di luar pemerintahan.

Namun, Agung yakin potensi perpecahan di internal PDIP itu akan dapat diredam. Ia berpendapat Megawati menjadi sosok kunci dalam meredam perpecahan itu.

“Bila berbeda sikap, secara otomatis kader yang mengambil sikap demikian tersedia dua sikap, mengundurkan diri atau siap dipecat,” kata Agung.

Agung dan Ujang juga menilai PDIP akan lebih mendapat keuntungan jika mengambil sikap oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Agung mengatakan sikap opoisisi ini juga untuk merawat konstituen mereka yang telah loyal selama ini.

Ujang juga menilai PDIP akan lebih untung jika mengambil sikap oposisi. Ia menyebut PDIP akan lebih terkenal sebagai partai yang berani mengawasi jalannya pemerintahan.

“Kerugiannya, tentu ya tidak dapat jabatan tidak dapat kekuasaan, biasa ditekan tekan. Kan begitu. Itu sebenarnya kerugiannya,” jelas dia.

Sementara melansir detikJatim,Pengamat Politik Universitas Brawijaya Wawan Sobari menilai ada kemungkinan PDI Perjuangan bakal berduet dengan Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) sebagai partai oposisi usai Pemilu 2024. Dia menilai kedua partai itu bakal menjadi duet partai oposisi yang solid

Menurut Wawan, meskipun ada sejumlah perbedaan ideologi yang cukup signifikan antara kedua partai namun PDIP dan PKS bisa membentuk kekuatan oposisi yang solid di parlemen. Mereka bisa berjuang melalui narasi yang sama, misalnya soal hak angket.

Dilain pihak, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Arya Budi mengatakan bahwa PDI Perjuangan dan PKS berpeluang menjadi oposisi terhadap pemerintahan 2024-2029, namun kemungkinan kecil  bisa bersatu.

“Iya, kalau mereka di luar pemerintahan itu sangat mungkin. Nah, pertanyaannya adalah di luar pemerintahan, bersatu di luar pemerintahan, itu yang kecil kemungkinannya,” kata Arya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Ia melihat PDI Perjuangan dan PKS justru memiliki logika berjalan masing-masing demi terwujudnya checks and balances untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.

 Arya pun menganalogikan PDI Perjuangan dan PKS bagaikan minyak dan air yang tidak bisa bersatu. 

“Karena, secara jarak ideologi mereka terlalu jauh, itu bagaikan minyak dan air. Itu akan repot, ribet,” tuturnya

Oleh karena itu, menurutnya, hal yang paling mungkin bagi kedua partai ini berada di luar pemerintahan dengan berjalan sendiri-sendiri. .(pblnews.com)