Memimpinan Dengan Keteladanan.Refleksi Dari Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Editor:Nurzaman Razaq (foto ist)

MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – Maulid Nabi adalah peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw pada 12 Rabiul Awal. Tahun ini, Maulid Nabi jatuh pada Senin (16/9) hari ini.

Terdapat sejumlah hikmah yang bisa diambil dari perayaan Maulid Nabi  Muhammad Saw, untuk muslim teladani dan terapkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Perayaan Maulid Nabi sendiri merupakan wujud rasa bahagia umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad Saw, yang memberikan manfaat di dunia dan akhirat.

Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW. dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi.

Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Muhammad SAW. dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman.

Hal ini memposisikan Nabi Muhammad SAW. sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal.

Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Muhammad SAW. dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram.

Dirangkum dari berbagai sumber, seyokyanya kepemimpinan nasional hingga kepemimpinan di daerah hingga paling bawahpun kekinian, patut menjadi teladan bagi yang dipimpinnya;

Kecenderungan seseorang dalam memimpin dipengaruhi oleh watak, sifat, atau karakter pribadi. Sebuah karakter asli individu yang dibawa dalam sebuah organisasi. Warna organisasi akan terlihat bagaimana karakter individu pemimpinnya. Maka sebenarnya dalam memilih seorang pemimpin, seharusnya mempertimbangkan sifat, watak, atau karakter pribadinya. Karakter tersebut tercermin dalam kehidupan sehari-harinya.

Meskipun organisasi memiliki system yang baik tetapi karakter individu pemimpinnya buruk, maka system organisasi bisa rusak dan kacau. Sebaliknya organisasi yang memiliki system kurang baik, tetapi ada pemimpin dengan karakter individu yang positif, maka tim akan terbangun dengan baik dan system akan berjalan perlahan-lahan serta target-target organisasi akan mudah tercapai.

Mengapa demikian? Karena watak atau karakter bukan seperti pakaian atau aksesoris yang dapat dibongkar pasang sewaktu-waktu. Tetapi karakter ibarat sebuah perhiasan yang melekat dalam jiwa. Menyatu dalam hati dan pikiran seseorang menjadi sebuah jati diri. Tercermin dalam perilaku atau kebiasaan. Untuk menanggalkan watak atau karakter tersebut membutuhkan waktu yang tidak singkat. Tetapi bisa diubah dan diperbaiki serta bisa dilakukan.

Memimpin dengan keteladanan

Jika kita mencari teladan dalam leadership maka tidak ada contoh yang sempurna kecuali Nabi Muhammad SAW. Nabi yang membawa ajaran Islam, yang juga dikenal sebagai pribadi dengan akhlak mulia, negarawan yang agung, hakim teradil, pedagang terjujur, pemimpin militer terhebat, dan pejuang kemanusiaan tergigih.

Nabi Muhammad telah terbukti mampu memberikan solusi dan kontribusi terhadap perubahan peradaban dunia. Mampu memimpin sebuah bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa yang maju, bahkan sanggup mengalahkan bangsa-bangsa lain di dunia masa itu. Salah satu prinsip leadership yang diterapkan oleh Rasulullah SAW adalah menjadi teladan yang baik (uswah hasanah). Nabi Muhammad memiliki akhlak yang mulia. Dengan kemuliaan akhlaknya beliau berhasil menjadi contoh ideal dalam segala aspek kehidupan.

Dengan kemuliaan akhlaknya beliau dipercaya oleh semua kalangan masyarakat. Dihormati dan disegani oleh kawan maupun lawan. Akhlaknya tidak berubah. Dimanapun dan dalam kondisi apapun. Sehingga orang yang mengikutinya tidak mengalami keraguan dan kebingungan. Konsisten dalam kebaikan

Terdapat 4 sifat yang melekat pada diri Rasulullah tersebut adalah Shidiq atau Jujur, Amanah, dapat dipercaya, Tablig, artinya menyampaikan dan Fathonah Artinya cerdas

Pada zaman sekarang, di setiap aspek kehidupan, kita mengalami krisis kepercayaan terhadap seorang pemimpin. Kita masih mendapati pemimpin yang tidak jujur, integritas yang rendah, bila dipercaya berkhianat, tidak berpihak kepada bawahan, dan seringkali mempertontonkan ‘kebodohannya’ di depan publik.

Solusi terbaik dari beberapa persoalan di atas adalah dengan meneladani akhlak dan sifat Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya menjadi teladan bagi orang lain. Teladan dalam perkataan maupun perbuatan. Itulah pemimpin yang berpengaruh.

Memimpin dengan keteladanan. Dan “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban” (HR. Muslim)

Akhirul Kalam.

Tradisi Panjang Mulud juga bisa dijadikan simbol dari nilai-nilai luhur agama dan budaya bangsa indonesia. Nilai gotong royong, kebersamaan, tolong menolong, kreatifitas serta keihlasan berkorban untuk kepentingan umat

Memperingati maulid Nabi Muhammad SAW secara hakikat akan mengenalkan sosok Nabi Muhammad SAW secara utuh dalam Siroh (perjalanan)nya, tugas utamanya, berbagai macam ujian dan cobaan, serta berbagai kejadian yang membuktikan misi kenabiannya.

Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tidak hanya dimaknai untuk meneladani dan menambah rasa cinta umat kepada Baginda Rasulullah. Lebih dari itu, esensi dari setiap peringatan Maulid yakni introspeksi diri dan rasa syukur.

Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin.

Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. untuk seluruh umat manusia.

Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama.(pembelanews.com)