News  

Polisi Harus Bertindak Dengan Ancaman Rizal Fadilah Akan “Melibas Presiden Prabowo”

Rizal Fadilah, Akan "Melibas Presiden Prabowo, bila perjuangannya di halang-halangi (foto dok)

Editor : Nurzaman Razaq

MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – viral di video pernyataan Rizal Fadilah yang menyatakan, bila perjuangannya di halang-halangi, bahkan oleh Presiden Prabowo Subianto  sekalipun, maka Presiden harus dilibas.

Terkait pernyataan itu, mari kita melihat dengan kacamata kritis, apa yang diucapkan Rizal Fadilah bukan lagi sekedar ekspresi kebebasan berpendapat. Ia terang-terangan menyatakan.

Pernyataan ini tidak boleh dianggap sepele,ia bukan sekedar kritik melainkanancaman bernuansa provokatif , penuh emosi dan sarat ajakan yang bisa membakar massa.

Pertanyaannya, apa  ini masih  dalam ranah demokrasi ? Atau sudah melampaui batas kebebasan berekspresi dan masuk ke ranah ancaman nyata terhadap pemerintahan sah.

Apakah wajar seorang aktivis menyuarakan kalimat libas Presiden dan memobilisasi massa untuk melawan negara yang sah berdiri atas dasar konstitusi?

Mari kita bandingkan  dengan kasus  Del Peoro Marhain Direktur Lokataru yang ditangkap karena diduga memfasilitasi dan menggerakkan massa dalam aksi demonstrasi yang berakhir ricuh, serta 7 orang pemilik Akun media sosial yang memprovokasi demo ricu di beberapa wilayah. Polisi pun bergerak bergerak cepat  menyelidiki dan menahan bersangkutan.

Tetapi kalau kita teliti apa yang dilakukan Rizal Fadilah jauh lebih berbahaya. Ia bukan hanya memfasilitasi,melainkan menghasut  secara terbuka. Mengajak para rakyat, santri, ulama dan aktifis untuk bangkit  melawan. Ia bahkan menyebut Presiden Prabowo  secara eksplisit sebagai taget dilibas jika menghalangi.

Inilah titik kritisnya, jika Pedro ditangkap  karena memicu kericuhan, mengapa Rizal Fadilah dibiarkan begitu saja setelah mengumbar ancaman yang jelas-jelas bisa dikategorikan makar.

Apakah negara ini akan menutup mata  terhadap provokasi terbuka yang berpotensi menggoyahkan stabilitas Nasional. Dampak sosial dan politik dari pernyataan semacam itu sangat serius.

Pertama, ia bisa memecah belah Rakyat.Narasi perjuangan kebenaran  yang digembor-gemborkan berpotensi menyesatkan banyak orang yang kecewa terhadap keadaan.

Kedua, ancaman semacam ini merusak wibawa negara dan melemashkan legitimasi pemerintahan . Bagaimana mungkin seorang Presiden yang sah, hasil Pemilu diancam secara terbuka tanpa ada konsekuensi hukum.

Dan ketiga, jika dibiarkan hal ini menjadi preseden buruk, siapapun bisa mengatasnamakan Rakyat untuk melawan, menghasut  bahkan mengancam kepala negara, tanpa tkut diproses hukum.

Apakah ini yang kita inginkan dalam sebuah negara demokrasi ? . Apakah menghasut massa untuk melibas Presiden masih bisa disebut sbagai bagian dari kebebasan  berpendapat . Atau sudah melampaui batas dan layak dipandang sebagai tindakan makar ?

Karena itu ditegaskan, bukan hanya Del Peoro Marhain yang perlu diperiksa tetapi Rizal Fadilah pun pantas dipolisikan. Ia telah megucapkan kalimat yang bisa membakar massa, memprovokasi tindakan anarkis dan bahkan merusak stabiltas keamanan Nasional.

Polisi harus berani bertindak, agar rakyat tidak ragu bahwa Negara masih tegas menjaga wibawa hukum dan Pemerintahan sah. Pertanyaan reflektifnya, apakah Rizal Fadilah pantas untuk diperiksa Kepolisian, apakah Negara akan membiarkan seorang aktivis  mengumbar ancaman terhadap Presiden tanpa konsekuenas ? dan apakah kita  akan diam melihat benih prvokasi ini tumbuh menjadi ancaman nyata terhadap NKRI ?

Mari berpikir rasional dan jujur, apa yang dilakukan Rizal Fadilah adalah bentuk lain dari politisasi kemarahan publik. Ia menyulut emosi Rakyat membungkusnya dengan jargon kebenaran, lalu memanaskannya dengan ancaman terbuka kepada Presiden.

Pola ini bukan hal baru, selalu ada Tokoh yang bersembunyi di balik kata Rakyat, atau kebenaran untuk menggalang dukungan.Padahal ujung-ujungnya adalah kepentingan politik pribadi maupun kelompok.

Apakah kita lupa bahwa, setiap kata yang diucapkan seorag Tokoh publik memiliki daya ledak, ketika ia menyerukan libas Presiden. Itu bukan hanya suara satu orang. Kalimat itu bisa menggema di telingan ribuan bahkan jutaan orang yang sedang resah.

Lalu apa jadinya jika keresahan berubah menjadi tindakan kerusuhan, anarkisme, bahkan potensi konflik horizontal  bisa saja meledak hanya satu mulut yag tidak terkendali.

Del Peoro Marhain sudah diamankan dengan alasan memfasilitasi demonstrasi yang ricuh. Bagus itu langkah tegas. Tetapi kalau kita konsisten, mengapa provokasi terbuka dari Rizal Fadilah tidak mendapatkan perlakuan serupa ?

Apakah negara hanya berani menindak aktor kecil, sementara Tokoh yang lebih vokal dibiarkan. Bukankah hal ini menunjukan ketidakadilan  dalam penegakan hukum.

Kita semua tahu, makar bukan hanya soal mengangkat senjata. Makar bisa berawal dari kata-kata, dari hasutan yangmenggerakkan, dari provokasi yang membuat orang percaya bahwa menggulingkan atau melawan Presiden adalah jalan kebenaran.

Apakah kita harus menunggu korban, apakah kita harus menunggu bentrokan besar, kerusuhan berdarah, atau bahkan kaos nasional baru kemudian sadar betapa berbahayanya ucapan semacam ini.

Kalau jawabannya tidak, maka tindakan harus diambil sekarang juga.kalau Del Peoro Marhain bisa ditangkap karena memfasilitasi demonstrasi, maka tidak ada alasan bagi aparat untuk tidak memeriksa Rizal Fadilah yang jelas-jelas mengasut secara terbuka .

Kalau hukum benar-benar adil , maka keadilan itu harus menyentuh semua pihak. Jangan ada standar ganda, jangan ada pilih kasih. Karena sekali lagi ini bukan sekedar  soal seorang Presiden. Ini soal harga diri bangsa. Ini soal menjaga agar demokrasi tidak berubah menjadi anarki. (disadur dari Brojo Murti)