Jacob Ereste
BANDAR LAMPUNG,PEMBELANEWS.COM – Kecerobohan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandar Lampung harus diklarifikasi sebaik mungkin dengan menghadirkan semua pihak yang mewakili elemen masyarakat adat. Karena Maskot KPU Kota Bandar Lampung yang menggunakan pakaian adat (tapis) itu tidak cuma terkesan sangat melecehkan, tapi juga menyinggung perasaan yang sangat sensitif bagi masyarakat yang memahami pakaian adat (tapis) itu sebagai salah satu simbol kehormatan yang dimiliki oleh warga masyarakat Lampung dari Buai manapun.
Karena pakaian adat itu (tapis) biasanya hanya dipakai dalam upacara adat yang penting dan perlu guna menandai bahwa acara yang sedang dilakukan itu bernilai sakral — spiritual — penuh makna keagungan yang tidak boleh dilakukan dengan ceroboh dan sembarangan.
Itulah sebabnya warga masyarakat Lampung — tak cuma Tetua Adat saja — pantas tersinggung dan meminta klarifikasi dari pihak KPU Kota Bandar Lampung yang telah melecehkan simbol keagungan dari masyarakat adat. Sebab pakaian adat ini (tapis) merupakan bagian dari atribut yang dianggap sakral, sehingga harganya pun dalam nilai ekonomi sungguh tidak murah, apalagi untuk nilai filosofi yang terdapat di dalamnya. Dan kain tapis itu — sebagai bagian dari pakaian kebesaran dalam masyarakat adat Lampung tidak bisa digunakan secara serampangan, karena artinya bukan cuma telah melecehkan atau menista tatanan adat masyarakat Lampung secara keseluruhan — karena kain tapis itu biasa dipakai oleh semua suku Lampung yang ada.
Untuk tidak dapat meredakan kemarahan warga masyarakat Lampung akan lebih bijak pihak KPU Kota Bandar Lampung segera melakukan langkah-langkah yang dianggap perlu agar masalah ketersinggungan masyarakat Lampung yang sangat menaruh hormat dan memposisikan simbol-simbol adat sebagai ekspresi dari martabat dan harga diri (ingat, makna dari final pesengiri) ini sama dengan makna siri sebagai suatu prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar.
Makna kain tapis yang dipakaikan kepada maskot dengan sosok binatang ini, sungguh tidak layak — tidak pantas — sebab dapat menimbulkan image bagi warga masyarakat Lampung yang mengenakan kain tapis itu menjadi setara dengan sosok maskot yang pasti tidak bermartabat. Karena, KPU Kota Bandar Lampung patut secepatnya melakukan klarifikasi, senyampang kasus belum menyulut kemarahan yang bisa muncul diluar dugaan.
Tentu saja akan lebih bijak bila kasus kesembronoan KPU Kota Bandar Lampung yang membuat Maskot dengan sosok monyet yang dipakaikan kain tapis ini, dapat diselesaikan dengan sebaik-baik mungkin. Mungkin saja caranya dengan mengundang semua pihak (perwakilan) masyarakat adat dari berbagai daerah — Lampung Utara, Lampung Timur, Lampung Barat dan Lampung Selatan dan wakil masyarakat adat Lampung lainnya atas nama Buai — melakukan semacam acara ramah tamah — jika tak mungkin dengan suasana pasta — untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, sehingga pelaksanaan Pemilukada yang mau dilaksanakan dapat dilakukan sesuai perencanaan dan jadual yang telah ditentukan.
Artinya, jangan pernah mengira bahwa warga masyarakat Lampung yang berada di perantauan tidak mengikuti semua perkembangan dan kemunduran yang terjadi di kampung halaman yang sangat diharap tetap menjadi idola dan rasa bangga sekaligus membuat kangen.(*)
Carita, 26 Mei 2024