SINJAI,PEMBELANEWS.COM – Pilkada serentak Sinjai 2024 telah selesai. Pasangan Calon (Paslon) Kepala Daerah Sinjai yang terpilih bakal dilantik untuk memimpin pemerintahan daerah (Local Government) selama lima tahun ke depan.
Pilkada serentak bukan sekadar agenda politik, melainkan bagian penting dari perjalanan panjang demokrasi lokal khususnya di Kabupaten Sinjai. Sebagai bagian dari desentralisasi, Pilkada adalah instrumen yang memungkinkan masyarakat memilih pemimpin daerah yang diharapkan mampu merespons kebutuhan lokal secara lebih adaptif.
Namun, di balik semangat demokrasi itu, Pilkada kerap meninggalkan berbagai persoalan kompleks. Polarisasi sosial, residu konflik politik, dan tantangan dalam tata kelola pemerintahan menjadi isu krusial yang selalu muncul pasca-Pilkada. Situasi ini diperparah oleh dinamika politik lokal yang terkadang lebih didominasi oleh kepentingan elite dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat luas.
Menurut Firdaus Arifin, Salah satu dosen Fakultas Hukum Pasundan Bandung, dalam sebuah tulisannya memaparkan “konteks otonomi daerah, tantangan pasca-Pilkada” yang semakin relevan untuk dibahas.
Pasalnya, desentralisasi yang telah berlangsung lebih dari dua dekade memberikan kewenangan besar kepada pemerintah daerah, tetapi juga membawa tanggung jawab yang berat.
Firdaus Arifin membahas bagaimana kepala daerah terpilih dapat memanfaatkan momentum Pilkada untuk membangun daerah yang lebih maju dan inklusif, dengan menempatkan otonomi daerah sebagai kerangka kerja utama.
Dalam konteks pasca-Pilkada, keberhasilan otonomi daerah ditentukan oleh tiga aspek utama yaitu:
- Kepemimpinan yang Visioner. Kepala daerah memiliki peran sentral dalam menentukan arah dan prioritas pembangunan. Pemimpin yang visioner adalah mereka yang mampu menyusun kebijakan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan potensi lokal, bukan sekadar memenuhi kepentingan politik sempit.
- Kolaborasi antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD, sebagai lembaga perwakilan rakyat, memiliki fungsi pengawasan dan legislasi di tingkat daerah yang penting. Sayangnya, hubungan antara kepala daerah dan DPRD sering kali diwarnai konflik politik. Padahal, sinergi keduanya sangat diperlukan untuk menciptakan pemerintahan yang efektif.
- Pengelolaan Keuangan yang Transparan dan Akuntabel. Salah satu kewenangan utama dalam otonomi daerah adalah pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengelolaan yang baik tidak hanya memastikan efektivitas penggunaan anggaran, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
Pilkada dan Polarisasi Politik di Daerah
Pilkada sebagai pesta demokrasi sering kali membawa dampak yang tidak diinginkan, yaitu polarisasi politik di masyarakat. Polarisasi ini muncul karena perbedaan pilihan politik yang terkadang diperburuk oleh isu-isu sensitif seperti politik identitas, kampanye hitam, dan hoaks.
Polarisasi tidak hanya terjadi di masyarakat akar rumput, tetapi juga di tingkat elite. Di banyak daerah, konflik pasca-Pilkada muncul karena kepala daerah terpilih merasa perlu “membalas budi” kepada pihak-pihak tertentu yang mendukungnya. Fenomena ini menyebabkan fragmentasi dalam pemerintahan dan menghambat proses pembangunan.
Dampak polarisasi ini bisa sangat merusak jika tidak segera diatasi. Di tingkat sosial, masyarakat yang terpecah akan sulit untuk mendukung program-program pemerintah secara bersama-sama. Sementara di tingkat politik, hubungan yang tidak harmonis antara kepala daerah dan DPRD dapat menciptakan kebuntuan dalam pengambilan keputusan.
Strategi Membangun Daerah Pasca-Pilkada
Pasca-Pilkada adalah masa yang sangat penting untuk menata kembali hubungan sosial dan politik di daerah. Kepala daerah terpilih harus segera beralih dari mode kampanye ke mode pemerintahan, di mana fokus utama adalah membangun daerah secara inklusif. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan yaitu:
- Menggalang Rekonsiliasi Sosial. Kepala daerah harus memprioritaskan rekonsiliasi sosial melalui dialog dan komunikasi yang inklusif. Forum-forum lintas kelompok dapat menjadi sarana untuk meredakan ketegangan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat.
- Membangun Pemerintahan Inklusif. Pemerintahan daerah harus melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk mereka yang tidak mendukung kepala daerah terpilih. Dengan demikian, masyarakat merasa memiliki kepentingan bersama dalam pembangunan.
- Meningkatkan Kapasitas Birokrasi. Birokrasi yang profesional adalah kunci keberhasilan implementasi kebijakan daerah. Kepala daerah perlu memastikan bahwa birokrasi bekerja secara independen dan kompeten, tanpa intervensi politik yang tidak perlu.
- Mengadopsi Kebijakan Berbasis Data. Penyusunan kebijakan publik harus didasarkan pada data yang valid dan relevan. Kepala daerah harus memanfaatkan data untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan merumuskan solusi yang tepat.
- Mendorong Inovasi dalam Pembangunan. Dalam era otonomi daerah, inovasi menjadi kunci keberhasilan pembangunan. Kepala daerah harus mendorong inovasi di sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi kreatif.
Selain tantangan sosial, kepala daerah juga dihadapkan pada kompleksitas tata kelola pemerintahan. Dalam konteks otonomi daerah, beberapa isu krusial yang harus diperhatikan meliputi:
- Akuntabilitas Anggaran. Korupsi adalah salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan anggaran daerah. Kepala daerah harus memastikan bahwa anggaran digunakan secara tepat, efektif dan transparan untuk kepentingan masyarakat.
- Sinergi Pusat dan Daerah. Kepala daerah harus mampu menyelaraskan program-program nasional dengan kebutuhan dan prioritas lokal. Hal ini memerlukan kemampuan komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan pusat.
- Pemberdayaan Masyarakat. Salah satu tujuan utama otonomi daerah adalah memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Kepala daerah harus menciptakan mekanisme partisipasi yang memungkinkan masyarakat terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pembangunan.
Harapan untuk Masa Depan Otonomi Daerah
Pilkada 2024 membuka babak baru dalam perjalanan demokrasi lokal di Bumi Panrita Kitta,Sinjai. Kepala daerah terpilih harus mampu melihat tantangan ini sebagai peluang untuk memperkuat otonomi daerah dan menciptakan pembangunan yang inklusif.
Otonomi daerah memberikan peluang besar bagi pemerintah daerah untuk berinovasi dan menciptakan solusi lokal terhadap berbagai masalah. Namun, peluang ini hanya dapat dimanfaatkan jika kepala daerah memiliki visi yang jelas, komitmen terhadap prinsip tata kelola yang baik, dan kemampuan untuk membangun kolaborasi dengan semua pihak.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memastikan keberhasilan otonomi daerah. Partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan adalah indikator utama dari demokrasi lokal yang sehat. Dalam konteks ini, pendidikan politik menjadi penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Last but not least, Pilkada 2024 adalah momentum untuk merajut kembali persatuan masyarakat yang mungkin terpecah selama masa kampanye. Kepala daerah terpilih memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pemerintahan yang mereka pimpin tidak hanya melayani kelompok tertentu, tetapi seluruh masyarakat.
Dengan memanfaatkan kerangka otonomi daerah, kepala daerah dapat menciptakan pembangunan yang lebih inklusif, inovatif, dan berkeadilan. Semoga Pilkada 2024 tidak hanya menjadi ritual politik lima tahunan, tetapi juga menjadi titik awal bagi perubahan nyata yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Mari bersatu membangun daerah untuk masa depan yang lebih baik. Semoga.(pebelanws.com)