MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – Proses persidangan kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, hingga kini masih bergulir di Pengadilan Negeri Sinjai
Sidang tertutup yang di pimpin Hakim Ketua Anthonie Spilkam Mona, telah memasuki agenda sidang pemeriksaan terdakwa F, Senin (29/10/2024) lalu atas tuduhan melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak NSH.
Dalam perjalanan proses persidangan tersebut, Akbar,SH.,MH selaku kuasa hukum F menilai terdapat kejanggalan khususnya hasil Pemeriksaan Psikolog Klinis UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan,14 Desember 2023 lalu.
Dengan adanya kejanggalan hasil pemeriksaan psikolog klinis terhadap korban, Akbar mendatangi UPT. Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi-Selatan pada tanggal 1 November 2024, dengan melayangakan surat klarifikasi yang di tunjukan langsung Kepala UPT PPA Provisi Sul-Sel Jalan letjen Hartasning VI/NO 1, Makassar
Menurut Akbar kedatangannya di UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan itu, untuk mengklarifikasi terkait hasil Pemeriksaan Psikolog Klinis UPT PPA terhadap anak (NSH). Menurut kami ada kejanggalan dalam pemeriksaan Sikologi anak (NSH),” ungkapnya, Minggu (03/11/2024).
Akbar menjelaskan, proses pemeriksaan yang dilakukan Psikolog UPT PPA terhadap anak (NSH) hanya dilakukan selama kurang lebih 3 jam, dengan menggunakan tiga metode, yakni observasi, wawancara, dan pemberian alat tes.
“Berdasar tiga metode dengan waktu yang relatif singkat tersebut, Psikolog Klinis membuat kesimpulan bahwa anak (NSH) telah mengalami traumatik berat,”jelas Akbar.
Pertanyakan Integritas Psikolog Klinis.
Dengan pengambilan kesimpulan tersebut, Akbar menilai, hasil pemeriksaan tersebut bersifat prematur. Di samping itu, Psikolog Klinis telah melampaui kapasitas kewenangannya dalam proses hukum ini.
Akbar mencontohkan, seperti yang diketahui bahwa Psikolog Klinis hanya berfokus pada penanganan gangguan kesehatan mental, keterlambatan perkembangan psikologis, dan gangguan penyesuaian diri.
“ Sementara, yang seharusnya dilibatkan lebih jauh dalam kasus ini yakni Psikolog Forensik yang memang berfokus pada asesmen dan intervensi dalam proses hukum,” tandas Akbar menambahkan..
Dalam kasus ini, Akbar juga mempertanyakan integritas Psikolog Klinis yang bersangkutan, dengan mengacu pada Pasal 13 Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Nomor 01/Per/DK/IPK-Indonesia/IV/2022 Tentang Kode Etik Tenaga Psikologi Klinis Indonesia yang menyatakan bahwa Tenaga Psikologi Klinis wajib menggunakan asesmen dan intervensi psikologi klinis sesuai kompetensi, kewenangan, dan peraturan yang berlaku”. Tegasnya
Berdasarkan hal tersebut di atas, kami melihat bagaimana Psikolog Klinis tersebut melakukan pemeriksaan dengan cara yang tergolong remeh untuk mengambil suatu kesimpulan yang tentunya berkaitan dengan masa depan dan nama baik seseorang,
Dengan hasil pemeriksaannya tersebut, menurut Akbar menjadi satu bukti yang menjadi dasar dibukanya suatu kasus yang sebelumnya telah dihentikan, karena kurangnya alat bukti, maka patut dipertanyakan mengenai pengetahuannya terkait dengan kepentingan hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Psikolog Klinis
Dimana dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, dijelas Akbar, bahwa dalam hal melakukan pemeriksaan yang berkenan dengan kepentingan hukum, maka Psikolog Klinis harus memperoleh pengetahuan khusus paling sedikit meliputi pemahaman hukum pidana dan perdata serta pemahaman keterkaitan antara praktik psikologi klinis untuk kepentingan hukum pidana dan perdata.
Dengan begitu, tambah Akbar, setidaknya, mengenai hal ini harus didukung dengan bukti keikut sertaan dalam kegiatan atau pun pelatihan yang berorientasi pada pengetahuan mengenai hukum pidana dan perdata.(pblnws/cea)