Opini  

Jago Kampungan. (Seuntai Ceritera Fiksi)

foto illustrasi (pngtree)
Illustrasi (pngtree)

Oleh: Nurzaman Razaq

Novel cerita silat kesukaan saya. Mulai karya Asmaraman Sukowati alias Kho Ping Ho. Judulnya saja bejibun, apalagi jilidnya. Pun novel Api di Bukit Menoreh karya Singgih Hadi Mintardja alias SH Mintardja. Tak ketinggalan Pendekar Kapak Sakti Naga Geni 212 karya Bastian Tito. Semua novelis itu telah tiada.

Cerita silat karya Kho Ping Ho mengambil setting dunia persilatan di Tiongkok. Sedangkan SH Mintardja dan Bastian Tito mengangkat dunia persilatan lokal. Memang tidak semua karya mereka saya baca tuntas. Bahkan, jilidnya saja kadang tidak lengkap

Tentu saja ada tokoh protagonis dan antagonis di dalamnya. Tokoh protagonis digambarkan sosok pendekar sejati yang bersahaja dan tidak umuk. Pembela kebenaran dan keadilan. Pekerja keras pantang menyerah. Ketika kalah dan dilecehkan lawan-lawannya dia mawas diri. Segera bangkit berlatih lebih keras. Hingga berbalik bisa memecundangi lawan-lawannya.

Sebaliknya, tokoh antagonis acap digambarkan sosok pendekar durjana. Sok jagoan, di perkampungan dia hidup dianggap tak punya andil. tidak mau introspeksi.Fatalnya, jago hanya pada masyarakat marjinal, suka ringan tangan, dan mirisnya, selalu saja menceriterakan kepada orang lain, dengan menganggap dirinya hebat sebagai pensiunan Hansip, manakalah sudah menganiaya menyebar ceritera sensasi dan mencari pembenaran diri..Norak alias kampungan. Kadang juga digambarkan sosok santun namun berhati bengis.

Namanya saja karya fiksi. Sudah tentu semua kisahnya fiktif belaka. Tapi, jangan dikira semua itu tidak ada di dunia nyata. Bahkan itu juga berlaku hingga kini, di sebuah perkampungan antah berantah..

Lewat untaian sederhana ini, saya hanya ingin menantang para pesilat atau pendekar di kampung antah berantah itu. Memilih jadi tokoh protagonis atau antagonis seperti dalam novel cerita silat yang dulu suka saya baca itu?

Tentu saya berharap semoga tidak jadi jago kampungan di kampung sendii. Namun, juga bisa jadi jago di kampung tetangga. Pastinya jago dengan segudang prestasi. De’ gaga jago sahaba’, (*)