Review  

Menelisik Pernyataan Kadis DPMPTSP Sinjai Dan Kadis LHK Sinjai Soal Dokumen Pembangunan Kantor BRI Sinjai

Editor: Nurzaman Razaq (foto ist)

(Sebuah Tinjauan Hukum)

SINJAI,PEMBELANEWWS.COM –  Dengan adanya pernyataan Kepala DPMPTSP Sinjai, Lukman Dahlan dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sinjai, Sofwan Sabirin di media suaraindonesia co.id, Kamis (27/03/2025) soal dokumen perizinan proyek pembangunan Kantor BRI Sinjai, patut ditelisik lebih mendalam.

Perda Nomor 6 Tahun 2015 yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk permohonan izin lingkungan, patut dijelaskan isi Perda tersebut secara transparan oleh pihak pejabat yang bersangkutan.

Pasalnya, salah satu poin pada Perda tersebut disebutkan bahwa, permohonan izin didasarkan pada hasil kajian izin lingkungan / dokumen lingkungan (Amdal, UKL-UPL – SPPLH).

Lantas bagaimana dengan dasar hukum Amdal yang diberlakukan di Indonesia yakni Peraturan Pemerintah 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup. Dimana disebutkan bahwa izin lingkungan adalah izin yangdiberikan kepada setiap orang yang melakukanusaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL/UPL, Izin tersebut merupakan prasyarat memperoleh izin usaha  dan/atau kegiatan

Yang dipahami umum, Perda itu tidak boleh bertentangan dengan dasar hukum di atasnya  yakni Undang-Undang. Apakah dengan SPPLH sudah dianggap telah memenuhi prosedur perizinan, meski tanpa dokumen Amdal dan UKL-UPL  Padahal dokumen Amdal berisi kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/ataukegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup.

Bila (kah) instansi tersebut telah melakukan kajian sehingga hanya mengeluarkan SPPLH,  Apakah pejabat yang bersangkutan sudah tidak mau ambil pusing, sehingga dianggap Amdal dan UKL- UPL tidak perlu ???.

Bisa jadi terdapat kekeliruan sang pejabat dalam memaknai peran penting antara SPPLH dengan izin Amdal.Yang dipahami publik adalah, meski SPPLH sudah diterbitkan, tentu tidak menggantikan izin Amdal, izin Amdal masih diperlukan sebagai dasar uji kelayakanlingkungan hidup.

Lantas bagaimana dengan PermenLHK Nomor 4 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa, bangunan di atas 1.000 m2, wajib memiliki Amdal ?. Bila (kah) Perda telah dianggap kuat dari perundang-undangan yang di atasnya.???.

Apakah sang pejabat tersebut telah bekerja sesuai dengan ketentuanyang berlaku, jika hanya berdasarkan SPPLH ? Tentu masih memerlukan kajian hukum.

Begitu pula dengan pernyataan Ka.DLHK Sinjai, Sofwan Sabirin yang menyatakan bahwa pembangunan Kantor Cabang BRI telah memenuhi dokumen lingkungan yang diperlukan. Yakni hanya SPPL.

Apakah dengan hanya SPPLH telah  dianggap memenuhi dokumen lingkungan hyang diperlukan.Padahal soal dokumen lingkungan hidup menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan antara Amdal,UKL-UPL dan SPPLH.

Sebagai kata kunci, dalam setiap usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang berdampak lingkungan, diaggap belum cukup kalau hanya mengantongi SPPL. Kegiatan pembangunan dengan luas di atas 1.000 m2, selain SPPL juga menjadi satu kesatuan yang wajib memiliki izin Amdal, Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).

Memang di dalam memahami dan memaknai soal dokumen yang seharusnya  dikantongi pada proyek pembangunan Kantor BRI Cabang Sinjai, memunculkan perbedaan dan perbandingan hukum satu sama lainnya.

Kalau (pun) pihak instansi terkait tetap pada pendapat dan pendiriannya yang menekankan bahwa  SPPLH sudah dianggap telah memenuhi ketentuan dan peraturan berdasarkan Perda Sinjai, maka eloknya jika persoalan ini dikaji secara hukum pada institusi penegak hukum.(masih bersambung )