Pilkada Serentak 2024: Potensi Persaingan Sengit dan Konflik Politik di Sulawesi Selatan
PEMBELANEWS.COM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 diprediksi akan menjadi ajang kontestasi politik yang sangat kompetitif di delapan kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel). Pertarungan yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon di beberapa daerah, termasuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel, diperkirakan akan meningkatkan tensi politik dan memicu konflik horizontal.
Dominasi Dua Paslon: Head to Head yang Mempengaruhi Stabilitas Politik
Di antara 70 pasangan calon yang terdaftar dalam Pilkada serentak di Sulsel, delapan daerah dipastikan hanya diikuti oleh dua paslon. Menurut Direktur Politik Profetik Institute, Muh Asratillah, skema ini berpotensi memperbesar ancaman terhadap petahana, terutama jika elektabilitas mereka berada di bawah 40 persen. Skema head to head ini juga memberikan peluang bagi penantang untuk menghimpun kekuatan politik yang resisten terhadap petahana.
Asratillah menambahkan, ketatnya kompetisi tidak hanya terjadi di lapangan tetapi juga di dunia maya, di mana strategi komunikasi politik akan dimaksimalkan untuk meraih dukungan dan menyerang kompetitor. Kondisi ini dinilai dapat meningkatkan kerawanan pilkada, terutama dengan potensi pecahnya konflik horizontal antarpendukung. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu dan aparat kepolisian diharapkan dapat mengantisipasi potensi konflik ini dengan mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terprovokasi.
Peta Kekuatan di Pilgub Sulsel: Pertarungan Berimbang antara Dua Kubu
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto, menilai bahwa Pilgub Sulsel 2024 akan menjadi pertarungan yang relatif berimbang antara dua pasangan calon. Andi Sudirman-Fatmawati didukung oleh partai besar, termasuk partai pemenang pemilu di Sulsel, serta tokoh-tokoh berpengaruh seperti Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Ketua NasDem Sulsel, Rusdi Masse.
Di sisi lain, Danny Pomanto-Azhar Arsyad juga memiliki kekuatan yang signifikan, terutama dengan dukungan dari jaringan akar rumput yang militan serta organisasi masyarakat. Menurut Andi Ali, jejaring akar rumput ini bisa menjadi kekuatan penyeimbang bagi pasangan Sudirman-Fatmawati, terutama jika diorganisasi dengan baik.
Kolom Kosong di Kabupaten Maros: Fenomena Calon Tunggal yang Sah di Pilkada
Fenomena kolom kosong akan terjadi di Kabupaten Maros, di mana hanya ada satu pasangan calon, Chaidir Syam-Suhartina Bohari, yang dipastikan melawan kolom kosong. Profesor Sukri Tamma dari Universitas Hasanuddin menjelaskan bahwa kolom kosong terjadi karena beberapa faktor, termasuk aturan yang memungkinkan pengusungan calon hanya melalui jalur independen atau partai politik.
Meskipun kolom kosong sah secara aturan, fenomena ini kerap memicu perdebatan mengenai demokrasi, terutama karena masyarakat kehilangan alternatif pilihan. Namun, Sukri menekankan bahwa meskipun hanya ada satu kandidat, calon tunggal bukanlah jaminan kemenangan. Pilkada Makassar 2018 menjadi contoh di mana kolom kosong berhasil menang, mengalahkan pasangan calon yang diusung partai politik besar.
Pilkada 2024 dan Tantangan Stabilitas Politik di Sulsel
Pilkada Serentak 2024 di Sulsel akan menjadi ujian berat bagi stabilitas politik di daerah tersebut. Persaingan ketat di daerah-daerah dengan dua pasangan calon berpotensi memicu konflik horizontal, sementara fenomena kolom kosong menimbulkan tantangan tersendiri dalam hal demokrasi. Semua pihak, termasuk penyelenggara pemilu dan masyarakat, perlu bekerja sama untuk menjaga agar proses Pilkada berlangsung aman dan damai.