PDI-P Sedang Sekarat, Tapi Masih Sok Kuat ?
MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – PDI-P sedang sekarat, tapi masih . sok kuat.Lihatlah bagaimanaa PDI-P merespon kekalahan mereka. Bukan instropeksi, bukannya membangun strategi politik baru dan lebih sehat, tetapi malahan mereka lebih membangkang terhadap Negara sendiri.
Ketika kita berbicara tentang pemerintahan, ada satu hal yang harus digaris bawahi, Negara ini bukan milik partai politik.Indonesia adalah Negara hukum, bukan Negara kepentingan segelintir elite yang menganggap dirinya lebih berhak mengatur negeri ini dibanding Presiden yang sah.
Namun lihatlah apa yang terjadi hari ini,PDI-P di bawah kendali Megawati Soekarno Putri menunjukkan klasik partai menganggap dirinya lebih besar dari Negara.
Sebuah partai yang lebih mementingkan loyalitas kepada ketua umum dibanding kepatuhan terhadap hukum dan pemerintahan.Instruks Megawati kepada seluruh kepaa daerah dari PDI-P untuk menolak menghadiri acara Rettes di Akademi Mililiter (Akmil) Magelang, bukan aksi mogok biasa. Ini adslah bentuk perlawanan terang-terangan terhadap Negara.Ini lagi bukan soal politik, tetapi ini soal keberpihakan
Tunduk terhadap konstitusi atar trans Soekarno, mari kita lihat secara jenirnih selama dua dekade terakhir ini. PDI-P sudah terbiasa menjadi partai penguasa. Mereka menikmatinya dan menjadikan sebagai alat untuk mempertahankan dominasi ;politik, bukan untuk melayani rakyat.
Ketika Prabowo Subianto menjadi Presiden Republik Indonesia mendadak mereka lupa bahwa Pemilu sudah usai.. Mereka tidak siap menerima kekalahan bahwa rakyat telah memberikan mandat kepada pemimpin baru. Ego mereka tersinggung, otoritas mereka terguncang , maka lahirlah berbagai manuver politik termasuk yang terbaru ini, boikot Retret kepala daerah.Coba kita pikirkan sejenak, apa sebenarnya tujuan Megawati, kenapa seorang ketua umum partai sampai perlu melarang kadernya menghadiri acara kenegaraan. Jawabannya sederhana, PDI-P tidak pernah menjadi oposisi yang sehat, mereka ingin tetap jadikan sebagai kekuasaan, meskipun sudah kalah.
Ketika tidak bisa mengontrol Pemerintahan, mereka lebih memilih menganggu.Mereka ingin menunjukkan bahwa tapa restu Megawati Negara ini tidak bisa berjalan.Lucu bukan??
Mereka sering berbicara tentang demokrasi tetapi mereka sendiri menerima hasil demokrasi ketika sudah tidak berpihak kepada mereka. Inskordinasi atau pembangkangan , mari kita sebut ini dengan istilah yang tepat, Insucordinasi.
Kepala daerah yang dipikuh oleh rakyat dan dilantik oleh Presiden, seharus bekerja untuk Negara, bukan untuk partai. Tapi sekarang mereka lupa, lebih tunduk kepada insntruksi dari Megawati,daripada kepatuhannya kepada Prabowo Subianto sebagai Presden
Kalau memang tidak mau mengikuti kebijakan Negara, solusinya gampang, Munduur. Jangan menikmati gaji dari APBN dan fasilitasi Negara, tetapi lebih merasa tunduk kepada partai dibanding kepada Negara.
Ini tindakan pengecut, kalau memang lebih setia kepada Megawati daripada setia kepada bangsa ini, buat surat pengunduran diri dan serahkan jabatan kepada orang yang lebih layak. Negara ini tidak bisa dipimpin oleh kepala daerah yang lebih takut kepada Ketua Umum PDI-P dibanding kepada hukum .
Kalau ini dibiarkan, apa yang terjadi selanjutnya hari ini boikot Retret, besok boikot kebijakan nasional. Hari ini menolak hadiri acara pemerintahan, jangan sampai kita punya kepala daerah yang merasa dirinya petugas partai , bukan pejabat Negara.
Jangan salah paham, ini bukan sekadar soal Retret di Akmil, ini tentang pola yang berlangsung`bertahun-tahun. Megawati tidak pernah rela melihat pemerintahan berjalan tanpa kendalinya.
Kita ini PDI-P selama ini memainkan peran ganda, Ketika berkuasa mereka bertindak seperti penguasa tunggal.Ketika kalah, mereka bersikap seperti korban seakan dizalimi. Padahal siapa yang selama ini mengendalikan Negara di balik layar,.
Siapa yang dulu memaksakan sistem ptugas partai hingga kepala daerah dianggap hanya sebagai boneka yang harus tunduk pada ketua umum. Siapa yang dulu menggunakan hukum sebagai alat politik, membiarkan korupsi merajalela selama puluhan tahun. Dan kini berlagak suci. Ketika kekuasaan lepas dari tangan .
Megawati ingin menunjukkan bahwa PDI-P masih punya taring, bahwa tanpa restunya Negara ini akan kacau.Tapi sayangnya, rakyat sudah mulai sadar. Selama ini yang membuat Negara ini tidak stabil adalah manuver politik PDI-P sendiri.
Pemerintah harus bertindak tegas jangan biarkan kepala daerah yang tidak loyal kepada Negara tetap menjabat . Kalau ada aturan yang memungkinkan mereka diberhentikan, lakukan. Jangan sampai ada Presiden bahwa kepala daerah boleh lebih tunduk kepada partai dibanding kepada Negara.Negara ini bukan milik PDI-P.
Presiden dipiih oleh rakyat, bukan oleh Megawati. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika ada yang berani melakukan pembangkangan terhadap pemerintah yang sah , harus ada konsekwensinya.
Kita tidak boleh membiarkan politik balas dendam. Menghambat pembangunan.Prabowo Subianto harus bertindak cepat dan tegas tanpa ragu. Jangan biarkan PDI-P mengangga Negara ini masih dalam kendalinya..Karena kalau ini dibiarkan, maka lima tahun ke depan, buan hanya tentang membangun Indonesia , tetapi tentang melawan baying-bayang kekuasaan lama , yang terus berusaha merusak negeri ini dari dalam.
Indonesia milik rakyat, bukan milik partai. Siapa Megawati sekarang. Seorang mantan Presiden yang tidak punya prestasi. Tapi masih ingin mendalikan Negara seoah-olah dia adalah ratu tanpa mahkota.
Dia lupa bahwa rakyat sudah meninggalkannya .
Dulu saat dia mejadi Presiden,apa yang dia lakukan..Nyaris tidak ada. Ekonomi stagnan, kebijakan tidak jelas, bahkan ketiak negeri ini butuh kepemimpinan tegas , dia lebih banyak diam. Tidak ada gebrakan, tidak ada langkah besar,yang mebuat rakyat ingat bahwa dia pernah memimpin negeri ini.
Lalu sekarang, segtelah lebih dari dua dekade berlalu, masih saja ingin mencapuri irisan pemerintahan . Fakta berbicara, hampir 90 persen rakyat sekarang mendukung Prabowo Subianto, kenapa karena Prabowo membawa harapan., membawa semangat baru untuk membangun Indonesia yang lebih kuat.
Sementara PDI-P sudah ambruk .Partai yang dulu merasa sebagai partai wong cilik , sekarang menjadi simbol elit yang tidak rela ,kehilangan kekuasaan..
Lihat saja hasil Pemilu 2024, PDI-P anjok. Bahkan di daerah-daerah yang dulu mereka anggap sebagai kandang banteng, suara mereka merosot drastic. Kenapa ? karena rakyat sudah bosan, rakyat sudah sadar bahwa selama ini PDI-P hanya menjual ceritera lama tanpa bukti nyata.jangan bilamg megawsti membela rakyat. Apa yang dia sudah lakukan?
Saat PDI-P berkuasa 10 tahun di balik Jokowi, berapa banyak kebijakan yang benar-benar pro rakyat Justru korupsi merajalela dimana-mana. Lihat kasus-kasus seperti Bansos, kasus korupsi kepala daerah dari PDI-P dan permainan anggaran yang selalu berpihak ke kepentingan mereka sendiri . Dan sekarang ketika PDI-P tidak lagi dominan, mereka malah sibuk memprovokasi , bukannya ikut membangun bangsa, malah sibuk menyabotase Prabowo yang sementara berjalan.
Prabowo adalah pemimpin yang dipilh rakyat, dia tidak perlu izin dari Megawati untuk menjalankan pemerintahannya. Sekarang saatnya bersikap tegas, kepala daerah yang masih lebih tunduk kepada Megawati dibanding kepada Negara, lebih baik angkat kaki.
Megawati bukan siapa-siapa lagi dalam pemerintahan . Kalau dia masih ingin dihormati, seharusnya dia bersikap sebagai negarawan. Bukan sebagai penguasa bayangan yang merasa masih bisa menentukan nasib bangsa. Indonesia sudah berubah, rakyat sudah menentukan pilihannya. Dan pilihan itu bukan lagi kepada PDI-P. mau terus melawan arus rakyat, silahkan.!!!.
Tapi jangan salahkan jika PDI-P semakin hancur dan dilupakan oleh sejarah.PDI-P suah bukan lagi kekuatan dominan di negeri ini. Mereka sudah ditinggalkan rakyat, tapi juga masih berlagak seperti pemilik Republik ini.
Megawati seolah-olah tidak bisa menerima kenyataan bahwa era kejayaan PDI-P sudah selesai. Era Megawati di masa pemeritahan Probowo sudah tamat.Instruksi Megawati agar kepala daerah PDI-P tidak mengikuti acara retre di Akmil Magelang , adalah bukti nyata bahwa partai ini lebih mengutamakan kepentingan politik sempit.
Kepala daerah itu digajioleh Negara, bukan dari PDI-P. Mereka bekerja untuk frakyat, bukan untuk Megawati.Kalau memang mereka lebih setia kepada partai dibanding kepada Negara , ya silahkan mundur. Jangan menikmati fasilitas Negara tetapi menolak tunduk pada aturan Negara.
Jadi kepada Gubernur, bupati dan walikota dari PDI-P tentukan sikap kalian. Jika kalian ingin tetap jadi antek-antek partai, mundur sekarang juga!!!.
Tetapi jika kalian benar-benar bekerja untuk rakyat, maka berhenti jadi boneka Megawati.. Prabowo dipilih oleh rakyat, bukan dipilih oleh Megawati. Ingat itu !!!.(dari berbagai sumber)