MAKASSAR,PEMBELANEWS.COM – Apayang harus dilakukan Presiden Republik Indoensia, Prabowo Subianto ketika terdengar luas pemberitaan yang menuai polemik, dimana instruksi Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarno Putri melarang kader-kaderya yang terpilih sebagai kepala daerah baik tingkat 1 dan 2 untuk menunda mengikuti acara Retret di Akademi Militer Magelang, Jumat tanggal 21 – 28 – Februari 2025,
Apakah ini bisa disebut sebagai Pembangkangan terhadap Pemerintahan Prabowo Subianto . Mari kita bahas.
Ketika surat edaran Ketua Umum PDI-P yang bersifat instruksi kepada seluruh kadernya yang telah dilantik sebagai kepala daerah yang berjumlah sekira 42 itu, untuk menuda mengikuti Retret di Akmil Magelang, maka timbul tanda tanya, apakah itu bisa dikategorikan sebuah Pembangkangan atau Pemberontakan terhadap arah kebijakan Pemerintahan Pusat yang saat ini dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Sebagai tinjauan dari sebuah tesis, apa yang dilakukan Ketua Umum PDI-P ini, bisa dbilang sebagai bentuk kemarahan terhadap Pemerintah atas ditahannya Sekjend PDI-P Hasto Kristiyanto oleh KPK. Yang dianggapnya sebaga bentuk intervensi politik dari Pemerintah. Dianggapnya kasus Sekjendnya bukan persoalan hukum tetapi sarat bernuansa politik.
Tindakan seperti itu jika dianalisa, dapat dikategorikan sebagai bentuk Pembangkangan yang dikenal ada istilah Pembangkangan Sipil dan Pembangkangan yang dilakukan oleh aparat Negara terhadap pemeritahan yang sah.
Sehingga dengan demikian, tindakan yang ditunjukkan oleh PDI-P dapat dikategorikan sebagai tindakan pemborantakan yang sama sekali tidak menunjukkan kedewasaan dalam memahami regulasi, dan selalu membuat narasi yang dibangun secara sadar bahwa apa yang terjadi terhadap Sekjend.PDI-P, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan pada akhirnya dia ditahan oleh KPK, itu dianggap sebagai tindakan murni politik. Padahal berulang-ulang dikatakan oleh Pemerintah , bahwa Pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap kewenangan KPK dalam penegakan hukum .
Jadi sikap Pemerintahan Prabowo Subianto dalam kasus Sekjend PDI- P Hasto Krisyanto sangat jelas dan terang benderang bahwa Pemerintah tidak berkapasitas untuk menjadikan persoalan ini semakin runyam dan jauh, karena intervensi politik atau kekuasaan dari Presiden Prabowo Subianto.
Jadi dalam konteks ini, bisa disikapi bahwa tindakan yang dilakukan Ketua Umum PDI-P itu kepada seluruh kadernya yang sudah terpilih sebagai kepala daerah untuk tidak ikut pada acara Retret di Akmil Magelang itu, menunjukkan adanya sikap ketidak dewasaan dalam memahami dinamika hukum dan politik yang ada di tanah air ini.
Ada upaya secara sadar dan sengaja untuk mencampur adukkan hukum dengan politik , padahal keduanya sudah terang benderang dipisahkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Sehingga jika sudah terang benderang tidak hadir dalam undangan Presiden, maka ini bisa dikategorikan sebuah Pembangkangan atau bisa juga disebut sebagai tindakan Pemborantakan kepada Pemerintah Pusat dan ini juga dapat dikategorikan tindakan yang tidak sesuai dengan konstitusi atau melawan konstitusi atau melanggar konstitusi.
Jika hal ini terjadi, makasevara hukum sebetulnya kader-kader PDI-P yang telah ditetapka sebagai kepala daerah , maka mereka juga dikategorikan telah mencederai konstitusi melawan konstitusi dan karenaitu bisa dikategorikan sebagai tindakan Pembangkangan atau Pemberontakan terhadap Pemerintah yang sah.
PDI-P yang selama ini dikenal sebagai partai yang menjunjung demokrasi, ternyata berbanding tidak tegak lurus, tidak sesuai dengan kenyataan.Ternyata PDI-P justru menjadi batu sandungan bagi penguatan demokrasi.di tanah air ini, Dan hal itu sangat disayangkan.
Fenomena ;politik sepeti ini, imbasnya berdampak bagi kepala daerah dari kubu PDI-P, apakah mengikuti instruksi ketua umum partainya atau mengindahkan undangan Presiden.. Sehingga akan menjadi dillematis dan menimbulkan preseden buruk dalam tatanan pemerintahan nasional.
Yang pastinya, ketika kepala daerah terpilih yang sudah diantik oleh Presiden, patut mengikuti segala aturan dan perintah yang dibangun oleh Presiden.
Dengan demikian, campur tangan kepartaian dalam system presindentil sepatutnya tidak ada. Tidak ada lagi keterkaitan kepala daerah terhadap partainya dalam urusan pemerintahan. Kepala daerah dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk rakyat, bangsa dan Negara. Sehingga patut dibedakan kepala daerah sebagai pejabat publik, bukan pejabat kepartarian. Kepartaian yang bisa dilakukan adalah terkait urusan internal partai tersebut.
Apa yang terjadi saat ini, menunjukkan bahwa ada kepentingan-kepentingan atau kekuatan-kekuatan yang sengaja mau dibenturkan terhadap Pemerintahan Prabowo Subianto.
Yang menjadi masalah, jika fenomena ini berlanjut tentu akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Yang kemungkinannya terjadi benturan antara PDI-P yang juga diketahui memiliki massa yang loyal, dengan Partai Gerindra yang tentunya di back up dengan Partai Gerindra yang dipimpinnya. Dan tentunya partai-partai yang berkoalisi dengan Partai Gerindra,bakal tidak tingga diam dalam menyikapi masalah tersebut.
Seharunyalah, Ketua Umum PDI-P harus bersikap yang sama sekali tidak mengkait-kaitkan dengan kasus Sekjendnya itu. Sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK selama ini, tidak hanya dari PDI-P tetapi sejumlah partai besar juga terlibat kadernya dalam pusaran kasus korupsi. Tetapi para ketua-ketua partai itu tidak melakukan seperti yang dilakukan PDI-P. Mereka legowo menyerahkan sepenuhnya kepada KPK.
Sepatutnya Ketua Umum PDI-P legowo menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menuntaskan kasus Sekjend PDI-P itu. Biarkanlah penegakan hukum yang berkeadilan berproses di pengadilan. Toh pada akhirnya akan bisa diketahui apakah kasus Sekjend PDI-P murni pada tindak pidana korupsi atau bisa jadi akan terkuak di pengadilan bahwa persoalan Sekjend PDI-Ptidak terbukti dalam kasus seperti yang dipersangkakan.
Dalam menyikapi persoalan ini, sebenarnya ada ruang tersendiri yang bisa ditempuh Ketua Umum PDI-P, seperti melalui fasilitasi DPR dengan menghadirkan semua pihak. Terlebih kursi PDI-P di DPR terbilang banyak juga.
Diketahui, Istilah retret pertama kali diperkenalkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat melakukan orientasi para menteri dan wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih. Mereka digembleng selama empat hari, 24-27 Oktober 2024 untuk mendapatkan materi pembelajaran secara langsung dari para ahli dan arahan secara langsung dari Presiden Prabowo.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menjelaskan bahwa pemerintah memiliki harapan terkait pelaksanaan retret kepala daerah ini. Salah satunya adalah menguatkan emosional dan membangun kedekatan antarkepala daerah.
Selain membangun emosional antar kepala daerah, Bima Arya juga menyebut retret penting dilakukan untuk memberikan pemahaman prinsip pemerintahan yang bersih.
Sebab, menurut dia, para kepala daerah nantinya akan ikut mengelola anggaran, baik transfer dari pusat maupun pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing.
Bima Arya menegaskan bahwa pelaksanaan retret kepala daerah merupakan amanat undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Menurut dia, adanya dasar hukum pembekalan itu tak otomatis disertai sanksi. Ia menyebut kepala daerah yang tak mengikuti retreat tak mendapat konsekuensi hukum. (dari berbagai sumber).