SINJAI,PEMBELANEWS.COM – Penganiayaan , dalam konteks hukum Indonesia, diartikan sebagai perbuatan yang sengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Meskipun definisi ini dapat bervariasi di antara ahli hukum, namun secara umum, penganiayaan merujuk pada tindakan kekerasan fisik terhadap seseorang.
Kekerasan terhadap anak dapat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1). Kekerasan fisik: meliputi pukulan, tamparan, mencubit.(2).Kekerasan verbal: meliputi mencaci maki, mengejek, mencela, dan mengancam.(3).Kekerasan psikis: meliputi pelecehan seksual, memfitnah, dan mengucilkan.
Pelaku penganiayaan terhadap anak dapat dijerat dengan hukuman sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c mengancam pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda hingga Rp72 juta. Apabila mengakibatkan luka berat, hukumannya dapat mencapai 5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 juta.
Penganiayaan anak di bawah umur merupakan tindak pidana yang serius. Hukum negara Indonesia mengatur perlindungan anak dan memberikan hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat dengan pidana penjara dan denda, tergantung pada tingkat kekerasan yang dilakukan.
Pakar hukum memandang bahwa kekerasan terhadap anak di bawah umur adalah pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana. Selain itu, anak korban kekerasan juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dan ganti rugi.
Sebuah Analisis.
Anak merupakan salah satu golongan kelompok rentan yang perlu dilindungi dari segala bentuk pelanggaran Hak Asasi Manunisia. Kita perlu ketahui bahwa hak anak merupakana bagian yang diatur dalam hak asasi manusia yang wajib dijamin oleh negara, dilindungi oleh negara, dan dipenuhi oleh orang tua yang melahirkannnya dan ini juga berlaku bagi masyarakat dimana anak berada.
Berkaitan dengan tersebut maka si anak berhak atas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup secara optimal baik itu mental, psikiloginya dan juga fisiknya. Kitab undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur tindak pidana kekerasan, dalam pasal 290 mengenai kejahatan terhadap kesopanan, namun pasal tersebut belum menimbulkan efek jera bagi pelaku tindakan kekerasan terhadap anak dikarenakan ancaman hukumannya masih ringan.
Terhadap PNS Pelaku Kekerasan.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang disebut Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai unsur aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih profesional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan. PNS juga dituntut untuk patuh dan taat terhadap peraturan perundang-udangan yang berlaku baik menyangkut bidang kepegawaian maupun bidang lainnya, sehingga kehidupan PNS akan menjadi sorotan dalam bermasyarakat. Untuk itu seorang PNS harus bisa menjadi contoh/suri tauladan dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun ada sebagian PNS tidak bisa dijadikan suri tauladan di masyarakat dengan melakukan perbuatan kejahatan baik pidana umum maupun khusus, sebagai misal kasus penggelapan, pembunuhan, korupsi, perjudian dan tindak kekerasan atau pemukulan anak di bawah umur, dan lain sebagainya.
Hal ini jelas-jelas merendahkan martabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sekarang menjadi sorotan di masyarakat, sehingga harus diproses sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Dimana diketahui, PNS sebagaimana warga negara yang lain, sama kedudukannya di muka hukum. Jika ia terlibat dalam kasus pidana maka ia harus diproses sebagaimana mestinya. Tanpa mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, seorang PNS juga harus diproses berdasarkan peraturan kepegawaian.sepertik dikenakan sanksi disiplin, seperti peringatan tertulis, skorsing, atau pemecatan.
Saran
1. Diharapkan kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah agar dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin dan memberikan sanksi yang tegas agar tercipta keharmonisan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
2. Diharapkan kepada para aparatur penegak hukum baik dari kepolisian, jaksa, dan hakim agar dapat menerapkan keadilan secara restoratif serta melakukan penyuluhan agar dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.(rls)